Al-Qur’an telah menerangkan bahwa kehidupan
di dunia ini adalah bagaikan sebatang pohon yang tumbuh, berkembang, berbuah,
layu dan akhirnya mati musnah di telan bumi. Ada fase dalam kehidpan yang harus
dilalui meskipun fase itu terkesan lama, sesungguhnya hanya amun-amun belaka
ان الحمد لله الذى أرسل
رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله. أرسله بشيرا ونذيرا وداعيا الى الله
باذنه وسراجا منيرا. أشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له. شهادة اعدها للقائه
ذخرأ. واشهد ان محمدا عبده و رسوله. ارفع البرية قدرا. اللهم صل وسلم وبارك على
سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه وسلم تسليما كثيرا. أما بعد. فياأيها الناساعْلَمُوا
أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ
وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ
الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا
ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Ma’asyiral
Muslimin Rahimakumullah
Marilah kita
bersama meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Yang Maha Kuasa dengan
mementingkan segala perintah-Nya dan mengalahkan urusan dunia. Sungguh urusan
dunia itu hanyalah bersifat sementara.
اعْلَمُوا أَنَّمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ
وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ
الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا
ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan
tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya
mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat
warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang
keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak
lain hanyalah kesenangan yang menipu.
Imam Najmuddin an-Nasafi menafsirkan bahwa setiap fase kehidupan tersebut akan
dilalui oleh manusia selama delapan tahun.
Pertama La’ibun secara bahasa berarti sebuah
permainan. Permainan merupakan kata yang menunjuk pada tidak adanya keseriusan.
Dalam bahasa Indonesia keseharian ‘mainan’ adalah anonim dari ‘beneran’.
Dengan kata lain, bahwa kehidupan di dunia ini bukanlah sesuatu yang beneran,
tapi hanya bohongan. Rumah di dunia adalah rumah-rumahan, kawin di dunia adalah
kawin-kawinan dan begitulah seterusnya.
Jika
diterapkan penafsiran Imam Najmuddin dalam ayat ini, maka fase la’ibun ada fase pertama dari kehidupan
manusia selama berumur 1-8 tahun yang berisikan permainan. Lihat saja anak-anak
kita yang tidak terlalu banyak berpikir dalam usia tersebut. Bahkan begitu
pentingnya permainan hingga diciptakanlah berbagai macam kelompok bermain
(playgroup). Hal ini persis dengan apa yang dikatakan oleh Imam ar-Razi dalam
tafsirnya Mafatihul
Ghaib, bahwa la’ibun merupakan karakter anak-anak yang
tidak pernah memikirkan manfaat dari apa yang dilakukannya, karena semua itu
hanya sekedar permainan.
Jama’ah Jum’ah
Rahimakumullah
Kedua lahwun adalah sifat lalai yang
terdapat dalam diri manusia, lalai karena tidak terbiasa berpikir panjang atau
sengaja tidak mau berpikir panjang. Apa yang dilakukan selalu menurut tuntutan
hawa nafsu. Tawuran, kebut-kebutan semua dilakukan tanpa ada pertimbangan, asal
hati senang maka kakipun melangkah. Inilah sifat yang melanda anak manusia
dalam fase kedua kehidupannya, ketika remaja berumur 9-16 tahun.
Ketiga zinatun, bahwa dunia ini adalah
perhiasan semata. Dunia seisinya tidak lebih dari asesoris kehidupan. Imam
ar-Razi mengatakan bahwa fase ini banyak menerpa kaum hawa. Ketika umur telah
mulai menginjak tujuh belas tahu, maka mulailah perempuan itu menyadari akan keperempuanannya.
Mulailah apa yang disebut dengan masa kedewasaan. Diantara tanda-tandanya
adalah berlama-lama di depan kaca. Mematut muka, merias diri, memperbesar apa
yang sekiranya masih kecil dan berusaha memperbesarkannya.
Begitu juga
dengan masalah penampilan, fase kehidupan ini (17-24 tahun), anak manusia
selalu ingin tampil mengagumkan. Motor harus ada, HP harus seri terbaru, kuliah
harus diperguruan tinggi. Padahal jika dipikir lebih dalam, semua tuntutan itu
hanya semakin menjauh dari subtansi kehidupan. Tidak peduli pengetahuan yang
didapat, yang penting universitas yang terkenal. Tidak peduli dengan pantas
atau tidak yang penting tampil keren dan mempesona. Sungguh semua itu adalah
dalil betapa kehidupan dunia ini adalah asesoris belaka.
Ma’asyiral
Muslimin Rahimakumullah
Keempat, tafakhurun baynakum artinya dunia menjadi tempat untuk saling
bermegah-megahan, dunia menjadi media saling menyombongkan diri, atau dalam
bahasa jawa disebut ‘anggak-anggakan’. Baik saling menyombongan kepunyaan
maupun ke’turunan’. Biasanya dalam fase ini antara umur 25-32 tahun anak
manusia mulai mencari jati dirinya. Dalam pencarian itulah ada kalanya dia
membanggakan nasabnya, atau membanggakan milik ayahnya hanya sekedar ingin
terlihat lebih di antara sesama.
Kelima takatsurun fil amwal, bahwa dunia ini adalah tempat
memperbanyak harta dan keturunan. Inilah puncak dari fase kehidupan manusia
ketika berumur 33 tahun dan seterusnya. Pada saat-saat inilah kita melihat
semangat yang menggebu dalam diri manusia untuk berbisnis menumpuk harta Bahkan
juga masa memanjakan anak dan keluarga. Maka janganlah heran jika para koruptor
itu didominasi oleh orang orang muda yang ingin menumpuk harta.
Keenam takatsurun fil aulad, fase ini merupakan kelanjutan
dari fase sebelumnya. Jika menuruti pendapat Iman Najmuddin an-Nasafi, maka
umur empat puluh ke atas adalah masa yang wajar seseorag mulai memperhatikan
kepentingan anak dan cucu-cucunya. Memabanggakan dan terlalu memikirkan
kehidupan mereka. Seolah tidak tega jika melihat anak dan cucu itu terlantar
hidupnya, maka diteruskanlah fase sebelumnya, sehingga para berkorupsi demi
anak cucu dan bernepotisme menjalin jejaring yang kuat untuk mempertahankan
kekayaan dan kehidupannya.
Maka menjadi
tidak aneh, ketika kesempatan berkumpul dengan sesama dalam reoni keluarga atau
reoni kawan lama yang akan dipertanyakan adalah berapa jumlah anak dan cucunya.
Inilah,
keadaan hidup di dunia. Jikalau kita tidak sekedar sadar diri niscaya
kita akan terhanyut dalam arus yang makin menjauhkan hidup ini dari
subtansinya. Semakin tersibukkanlah kita dengan remeh temeh keduniawian yang
tidak ada putusnya, dunia bakagikan candu yang tidak mudah dihentikan.
Hadirin
Jama’ah Jum’ah yang Dimuliakan Allah
Maka,
begitulah remeh temeh perjalanan hidup di dunia dan betapa sebenatarnya
kehidupan ini, sehingga ditamsilkan dalam ayat ini bagaikan umur tumbuhan yang
tersiram , tumbuh, berbuah lalu hancur tak berbekas.
كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ
الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا
seperti hujan
yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.
Oleh karena
itulah sungguh beruntung mereka yang mengerti dan menyadarinya, lalu membenahi
langkah dalam kehidupannya.
بَارَكَ اللهُ لِيْ
وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ
اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ
إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ
اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ
اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ
اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ
وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ
اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا
نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ
وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ
عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ
وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ اَكْبَرْ
0 opmerkings